Tuesday, June 30, 2015

Lelaki dan payudaranya.

Pembaca yang budiman dan budiwoman,

Apa kabar nich? Semoga pembaca sekalian selalu dalam keadaan yang sehat jasmani dan bijak berpikiran yaa

Berikut artikel sains populer yang saya tulis tahun lalu dan diterbitkan di rubrik Cakrawala harian Pikiran Rakyat pada 3 Sept 2014 lalu. Pesan artikel ini adalah bahwa spektrum perilaku manusia tidak disebabkan oleh satu dua hal kecil, hampir selalu ada orkestra antara bawaan jasmani/alamiah versus bagaimana sebuah pengalaman psikologis dicerna menjadi watak/perilaku. 

Mengelompokkan orang sebagai 'pesakitan' atau 'kelainan' menurut saya adalah sebuah penghakiman yang enteng, menyakitkan dan tidak mudah dibuktikan kebenaran ilmiahnya. Mudah - mudahan bermanfaat bagi pembaca tersayang semuanya. Untuk referensi sumber tulisan, saya cantumkan di akhir :)

Selamat membaca ;-)
------------------

Secara iseng saja, pernahkah anda bertanya - tanya mengapa kaum laki – laki memiliki puting, padahal secara fungsional organ tersebut tidak terpakai selama masa hidupnya? Seperti yang kita ketahui bersama, fungsi utama puting pada payudara adalah sebagai distributor air susu kepada bayi, sumber gizi utama yang menjamin kualitas tumbuh kembang bayi pada paling tidak enam bulan pertama. Lalu, apa fungsi puting di dada seorang laki – laki?

Jawabannya, tidak ada. Lho, lalu mengapa laki – laki memilikinya?

Pembentukan puting pada bayi
Misteri ini akan terungkap jika kita menelisik cerita perkembangan janin pada saat masih di kandungan. Pada pertengahan trimester pertama kehamilan, setiap embrio mengalami pertumbuhan kelenjar susu, yang juga termasuk di dalamnya adalah sistem syaraf, sistem kelenjar dan pembentukan puting dini di permukaan kulit sang bakal bayi. Baik calon bayi perempuan maupun laki – laki secara alami akan melalui proses ini. Ternyata, pembentukan puting pada bayi adalah sebuah proses yang tidak berhubungan dengan pematangan organ kelamin. Kemudian barulah pada akhir trimester pertama, terjadi pembentukan organ seksual dimana kelak hormon – hormon reproduktif sang anak akan diproduksi pada masa pubernya.

Tahap pembentukan organ kelamin bayi sangat penting untuk diperhatikan oleh calon ibu yang mengandung anak laki – laki. Faktanya, proses ini mesti didukung oleh sokongan hormon ‘laki – laki’ atau hormon androgen yang diproduksi ibunya. Ini adalah sebuah proses yang secara hormonal cukup ‘menantang’ bagi seorang perempuan. Pasalnya, seperti yang kita tahu, perempuan biasanya tidak memproduksi hormon androgen dalam jumlah yang banyak. Oleh sebab itu, mungkin kita beberapa kali bisa membedakan bahwa seorang perempuan yang mengandung anak laki – laki memiliki raut wajah yang agak berubah dan ditambah dengan beberapa bagian kulit yang menghitam, inilah salah satu akibat fisik dari produksi hormon androgen tadi. Perubahan – perubahan ini bersifat sementara, jika hormon lelaki ini tak lagi diproduksi dalam jumlah banyak maka aura kewanitaan pun akan kembali lagi seperti semula.

Nah, demi bisa memproduksi kebutuhan hormon yang seimbang bagi sang buah hati, pada tahap ini para calon ibu harus mendapatkan asupan gizi yang cukup dan sebisa mungkin dapat menjaga kestabilan emosi dan kondisi psikologisnya. Tentu dukungan moral dari suami dan keluarga berperan amat penting di tahap ini.

Dari puting menuju payudara
Melalui ibu yang sehat, ananda pun lahir dengan sepasang puting di dadanya dan organ kelamin yang normal setelah kurang lebih sembilan bulan di kandungan.  Di masa puber kelak, remaja putri akan memproduksi estrogen dan progesteron, yang akan mematangkan organ kelaminnya dan membantu pembentukan payudara. Di sisi lain, anak laki – laki sehat yang mengalami puber akan memproduksi testosteron yang berperan mematangkan organ kelamin pria, membantu tumbuh kembang dan juga sebagai sinyal negatif bagi perkembangan kelenjar susu.

Kelainan produksi hormon testosteron
Dalam proses produksi alamiah di dalam tubuh, hormon testosteron juga dibentuk dari hormon – hormon  progestagen, termasuk di dalamnya progesteron. Pada kaum lelaki sehat, hormon – hormon progestagen ini tidak akan menumpuk lama di dalam tubuh, melainkan akan segera diubah menjadi hormon androgen. Pada beberapa kasus kelainan kelenjar endokrin yang ekstrim, lelaki dapat mengalami gangguan sintesis alamiah hormon testosteron dan mengalami pertumbuhan payudara sebagai salah satu akibatnya, secara medis kondisi ini dinamakan gynecomastia. Dalam kasus semacam ini, kelebihan hormon progesteron dapat merangsang pertumbuhan sistem kelenjar susu yang memang sudah ada pada tubuh laki – laki dan memiliki potensi untuk berfungsi. Apabila kondisi ini dibarengi dengan kelebihan produksi hormon prolaktin akibat kelainan kelenjar pituitari, maka bukan hanya payudara yang membesar tapi air susu pun bisa diproduksi oleh seorang laki - laki. Pada tahun 2002, terdapat kasus seorang laki – laki dua anak di Srilanka yang kedapatan secara rutin menyusui bayinya, disinyalir beliau mulai mengalami pertumbuhan payudara dan produksi susu setelah meninggalnya sang istri.

Akibat tingginya kadar hormon – hormon progestagen, laki - laki penderita gynecomastia memiliki perkembangan jaringan kelenjar susu di dadanya.

Hormon dan perilaku
Apabila kelainan hormon yang ekstrim dapat berakibat pada perubahan fisik yang terlihat nyata seperti tumbuhnya payudara, bagaimana dengan ketidakseimbangan hormon yang sifatnya ringan? Bisa jadi, ketidakseimbangan hormon yang ringan ini hanya memengaruhi sifat dan perilaku individu tanpa menampakkan perubahan fisik yang janggal. Pada ulasannya di jurnal Frontiers in Neuroendocrinology tahun 2011 lalu, Dr. Berenbaum dan Dr. Beltz memaparkan bahwa perilaku manusia dewasa, termasuk orientasi seksualnya, sebagian ditentukan oleh kinerja hormon – hormon seks terutama pada tahap prenatal dalam kandungan dan usia puber. Meski demikian, penelitian mengenai hubungan antara orientasi seksual dan kondisi hormonal tubuh cukup sulit dilakukan, karena sikap dan perilaku tidak hanya ditentukan oleh keadaan biologis, namun juga kondisi serta didikan sosial yang tentu sangat bervariasi pada tiap individu.

** penulis adalah kandidat doktor bidang Biologi Kesehatan dari Université Paris-Sud, Prancis, juga penerima beasiswa unggulan Kemendiknas 2013-2014.

Referensi :
Berenbaum, S. dan Beltz., 2011, Sexual differentiation of human behavior : Effects of prenatal and pubertal organizational hormones, Frontiers in Neuroendocrinology 32.
Brizendine, L., 2006, The Female Brain. Broadway Books. New York.
Kunz, T. dan Hosken, D., 2008, Male lactation : why, why not and is it care?, Trends in Ecology and Evolution 24
Swaminathan, N., 2007, Strange but true : males can lactate, www.scientificamerican.com

No comments: